HORMAT!!!

Setelah sekian lama mencoba untuk membuat tulisan, akhirnya pada kali ini baru sempat (Sok Sibuk Mode On). Namun bukan berarti niat untuk belajar menulis itu telah pudar. akan tetapi apa yang saya tulis ini sejatinya adalah merupakan bahan bagi diri saya pribadi untuk menjadi pengingat dan pembelajaran, sehingga tulisan ini tidak bertujuan untuk mengajari pembaca atau siapapun itu. Apabila dalam tulisan ini sekiranya ada nilai positif bagi pembaca, tentunya itu merupakan bonus bagi saya dalam menuangkan tulisan ini. 

HORMAT... ya satu kata yang punya makna yang begitu teramat sangat mempunyai pengaruh kuat dalam hidup dan kehidupan kita. Setiap insan tentunya akan sangat ingin dihormati, bahkan bagi sebagian orang kahormatan adalah nilai mutlak bagi keberlaangsungan hidup dan kehidupannya. malah kadang bisa menghalalkan segala macam cara untuk mendapatkan yang namaya "Kehormatan" namun pernahkah kita mencoba memaknai dan merenungkan betapa rasa hormat itu sejatinya adalah refleksi dari perbuatan kita pada diri pribadi kita sendiri. Coba bayangkan saja bagaimana orang lain bisa menaruh rasa hormat pada kita yang secara jelas tidak pernah memberikan rasa hormat itu pada diri kita. Bisa saja orang akan bersikap seperti penuh hormat pada kita yang terlalu ingin dihormati, tapi apakah mereka punya rasa hormat yang tulus, tentus saja tidak. Seringkali kita lupa bahwa apa yang kita lakukan itu telah membuat nilai rasa hormat pada diri kita itu justru berkurang. Kita seringkali menggunakan kekuatan yang kita miliki baik itu fisik maupun kekuasaan agar orang lain menaruh rasa hormat pada diri kita. Alangkah hal ini justru merendahkan diri kita sendiri. Jadi kalau menurut saya, Rasa Hormat itu bukanlah satu hal yang wajib kita tuntut dari orang lain. Karena Rasa Hormat itu sejatinya adalah kewajiban kita menumbuhkan dalam diri kita sendiri. Sehingga apabila kita bisa menghormati diri kita sendiri, maka percayalaah orang lain juga akan menaruh hormat pada kita. Begitu juga sebaliknya, apabila kita saja sudah menganggap remeh pada diri kita, maka jangan pernah berharap orang lain akan menaruh rasa hormat pada diri kita.

Kesan pertama kita menilai seseorang adalah melalui penampilan luarnya; apakah tutur katanya santun, atau perilakunya sopan dan hormat sesuai dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat.  Namun penampilan luar dari seseorang saja tidak cukup, karena perilaku sopan santun seseorang kadang kala dapat menipu kita.  Bahkan banyak para penipu ulung yang perilakunya sangat hormat, tutur katanya memikat, padahal apa yang ada dihatinya adalah bagaimana mencelakakan orang lain.

Menurut La Bruyere, seorang filsuf Perancis, “Politeness does not always produce kindness of heart, justice, complacency, or gratitude, but it gives to man at least the appearance of it, and makes him seem externally what he really should be” (Sopan-Santun tidak selalu menghasilkan kebaikan hati, keadilan, kepuasan, atau rasa syukur, tetapi ini dapat memberikan seseorang paling tidak terlihat sopan, dan membuatnya tampak dari luar apa yang seharusnya menjadi benar-benar terhormat).

Maka seorang filsuf dari Perancis, Andre Comte-Sponville mengatakan bahwa perilaku sopan-santun adalah merupakan perilaku tiruan dari tindak kebajikan. Apabila demikian, pertanyaannya adalah “Perlukah kita mengajarkan anak-anak kita hormat dan santun yang ternyata hanya merupakan tiruan kebajikan?” Jawabannya adalah sangat perlu, karena menurut Comte-Sponville juga: “Politeness is that pretense, or semblance, of virtue from which the virtues arise” (Sopan-santun adalah tiruannya, atau penampakan luar, dari kebajikan yang darinya timbul kebajikan-kebajikan sebenarnya).

Jadi, mengajarkan sopan-santun kepada anak-anak adalah sangat diperlukan, karena sopan santun adalah awal dari pembentukan karakter anak.  Seorang anak perlu diajarkan untuk terbiasa berkata “terima kasih”, karena ini merupakan atribut luar dari ahlak yang senantiasa bersyukur atau berterima kasih atas segala anugerah yang diberikan kepadanya.  Kita mengajarkan anak-anak berkata “permisi” dan “tolong”, karena kata-kata tersebut adalah tiruan dari perilaku manusia yang selalu mengormati orang lain. Atau kata “ma’af” sebagai tiruan dari sifat pema’af.

Perilaku hormat dan santun yang diajarkan kepada anak-anak, dapat memberikan peluang besar bagi mereka untuk menjadi orang yang berkarakter (berakhlak mulia).  Karena atribut luar (sopan santun) perlu diajarkan dulu sebelum mengajarkan maknanya (menjadi manusia berakhlak mulia), karena anak kecil belum dapat menangkap makna dibalik apa yang terlihat secara kasat mata. Namun mengajarkan atribut luar saja tidak cukup, karena seorang anak perlu diajarkan bagaimana menjadi manusia berakhlak mulia dengan cara mempraktikannya, dan menghidupkan rasa cinta terhadap kebajikan, sehingga nuraninya menjadi hidup.

Apabila tidak, maka perilaku hormat dan santun tidak mempunyai makna hakiki, karena hanyalah hiasan luar saja. Ibaratnya mengajarkan anak-anak untuk memberi hormat kepada bendera setiap hari Senin, tetapi tidak mengajarkan mereka bagaimana menghormati negara dengan cara menjaga kehormatan dirinya (tidak korupsi, dan membuat keruasakan di muka bumi).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pendekatan Rasional dalam Pengambilan Keputusan

DAMPAK NEGATIF MEDIA SOSIAL / KEJAHATAN MELALUI JARINGAN INTERNET (PROSTITUSI ONLINE, PENJUALAN NARKOBA, DLL) TERHADAP KETAHANAN NASIONAL

SASARAN KERJA PEGAWAI (SKP) BAGI APARATUR SIPIL NEGARA (ASN)